Home » » Fatwa Para Ulama Sunnah tentang Jama’ah Tabligh (Bag 1)

Fatwa Para Ulama Sunnah tentang Jama’ah Tabligh (Bag 1)

Pendahuluan
Segala puji hanya untuk Allah semata, dan salawat dan salam atas Rasulullah dan keluarganya serta sahabat-sahabatnya dan atas siapa yang mengikuti petunjuknya.

Amma ba’du :
Sungguh telah sampai kepada penyusun beberapa lembaran yang berisikan perkataan dua orang alim salafi Syaikh Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin, dimana sebagian orang Jamaah Tabligh ini menyeberkan dan membagi bagikannya di kalangan orang yang tidak mempunyai ilmu dan orang yang tidak mengetahui hakikat manhaj (ajaran) mereka yang batil dan aqidah mereka yang rusak. 

Ternyata, pada perkataan dua orang syaikh itu ada bukti menyalahkan mereka. (Sebenarnya), perkataan Syaikh Ibnu Baz berdasarkan kepada ungkapan dan pengakuan seorang tabligh atau orang simpatisan dengan mereka, ia menceritakan kepada syeikh Ibnu Baz berbeda dengan apa yang mereka pegang, dan ia menggambarkan kepada syeikh tentang mereka tidak seperti gambaran mereka yang sebenarnya. Apa yang kita katakan ini dipertegas oleh ucapan Syaikh Ibnu Baz sendiri, 

Beliau berkata :
“Dan tidak diragukan lagi sesungguhnya manusia (masyarakat) sangat membutuhkan sekali kepada seperti pertemuan-pertemuan yang baik ini, yang berkumpul untuk mengingatkan kepada Allah dan dakwah (mengajak) kepada berpegang kepada agama Islam dan mempraktekan ajaran-ajrannya. (Lihat fatwa beliau no : 1007 tertanggal : 17/8/1407, yaitu yang sekarang disebarkan oleh jamaah tabligh).

Hal ini mengambarkan bahwasanya penulis pengakuan dan pernyataan itu sungguh telah menyebutkan dalam pernyataannya itu, bahwa sesungguhnya jamaah ini mengajak kepada berpegang teguh dengan agama Islam dan mempraktekkan ajarannya serta memurnikan tauhid dari bid’ahbid’ah dan khurafat-khurafat. Maka dengan sebab itulah syaikh memuji mereka.

Kalau seandainya penulis pernyataan itu mengatakan perkataan yang benar (tidak berbohong) tentang mereka, dan menggambarkan kondisi mereka sesuai dengan hakikat mereka yang sebenarnya, dan menerangkan ajaran mereka yang rusak, niscaya kita tidak melihat dari Imam Ibnu Baz yang salafi muwahhid (yang bertauhid) ini kecuali celaan pada mereka, dan tahdzir (peringatan) dari mereka dan dari bid’ah bid’ah mereka seperti yang beliau lakukan dalam fatwa beliau terakhir tentang mereka yang dilampirkan dalam makalah ini.

Dan dalam perkataan Allamah Ibnu Utsaimin juga menyalahkan mereka, lihatlah kepada perkataan beliau berikut ini : “Catatan : Jikalau perbedaan itu terdapat pada masalah-masalah aqidah maka wajiblah diperbaiki dan apa saja yang berbeda dengan mazhab salaf maka wajiblah diingkari dan ditahzir (diperingatkan untuk menjauhi) dari orang yang menempuh / melakukan apa yang menyelisihi mazhab salaf pada permasalahan ini.  (Lihatlah fatwa Ibnu Utsaimin: 2/939-944 sebagaimana yang ada dalam selembaran yang disebarkan oleh Jamaah Tabligh sekarang).

Tidak diragukan lagi sesungguhnya perbedaan antara salafiyin, ahlu sunnah dan tauhid  dengan jamaah tabligh, adalah perbedaan yang kuat, dan dalam, tentang masalah aqidah dan manhaj. (Karena), mereka itu adalah (beraqidah) Maturidiyah yang menghilangkan (mengingkari) sifat-sifat Allah, mereka adalah sufi dalam masalah ibadah dan adab, mereka melakukan bai’at berdasarkan atas empat ajaran (terikat) sufiyah yang tenglam dalam kesesatan, sesungguhnya ajaran sufi itu berdiri atas ajaran hululiyah (Allah menyatu dengan Makhluk) dan wihdatul wujud (Allah dan makhluk itu satu), perbuatan syirik dengan kuburan, dan lainnya dari bentuk-bentuk kesesatan.Dan ini, dapat dipastikan allamah Ibnu Utsaimin tidak mengetahui  tentang mereka, kalau seandainya beliau mengetahui hal itu pasti ia telah menghukum mereka dengan kesesatan dan pasti beliau telah mentahdzir (memperingatkan) dari mereka dengan peringatan yang keras, dan tentu beliau telah menempuh jalan salafy terhadap mereka, seperti yang dilakukan oleh dua orang syeikh beliau (yaitu) Imam Muhammad Bin Ibrahim dan Imam Ibnu Baz.

Dan seperti yang dilakukan oleh Syaikh Al-Albani, Syaikh Abdur Razzaq ‘Afifi, Syaikh Fauzan, Syaikh Hamud At Tuwaijiri, Syaikh Taqiyuddin Al Hilali, Syaikh Sa’ad Al-Hushein, Syaikh Saifur Rahman dan Syaikh Muhammad Aslam. Dan mereka-mereka ini mempunyai karangan-karangan yang agung yang menerangkan akan kesesatan Jamaah Tabligh, dan bahayanya apa yang mereka pegang dari segi aqidah dan manhaj yang sesat, maka hendaklah orang yang mencari kebenaran merujuk kepada karangan-karangan itu. Dan sungguh Abdur Rahman Al Misri telah menarik kembali apa yang telah ia tulis berhubungan dengan pujiannya terhadap Jamaah Tabligh dan mengakui kesahalannya di hadapanku (penyusun).

Adapun Yusuf AL Malahi, beliau ini adalah diantara orang-orang yang ikut bersama mereka selama bertahun-tahun, kemudian ia menulis satu kitab tentang mereka, dengan menerangkan kesesatan mereka, rusaknya akidah mereka, kemudian sangat disayangkan sekali, ia kembali meninggalkan kebenaran dan fakta, dan ia telah menulis tentang mereka dalam kitabnya yang terakhir, sedang kitabnya yang pertama menyokongnya, dan apa yang telah ditulis oleh para ulama manhaj (salaf) tentang mereka mematahkan kebatilannya. Kaidah yang mulia (mengatakan) : Jarh (celaan) lebih didahulukan atas ta’dil (pujian), membantah setiap pujian yang keluar dari siapapun, jika kiranya orang-orang Jamaah Tabligh berpegang teguh kepada kaidah-kaidah islamy yang benar, dan menempuh jalan-jalan ahli ilmu dan penasehat, terhadap Islam dan muslimin.
Pada tanggal : 29 / Muharam / 1421 H.

Fatwa Terakhir Syaikh Abdul Aziz Bin Baz Tentang Tahdzir (Peringatan) Dari Jamaah

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz telah ditanya tentang Jamaah Tabligh, si penanya berkata :
“Wahai samahatu Syaikh, kami mendengar tentang Jamaah Tabligh dan dakwah yang mereka lakukan. Apakah Syeikh menasehatiku untuk bergabung dengan jamaah ini? Saya mohon diberi bimbingan dan nasehat, semoga Allah melipat gandakan pahala syeikh”.

Maka Syaikh menjawab dengan mengatakan : "Setiap orang yang berdakwah kepada Allah maka ia adalah mubaligh, (balighu ‘anni walau ayah) artiya “sampaikanlah dariku walau satu ayat”.

Akan tetapi Jamaah Tabligh yang terkenal, yang berasal dari India ini, mereka memiliki khurafat-khurafat, mereka memiliki sebagian bid’ahbid’ah dan perbuatan syirik, maka tidak boleh keluar (berpergian) bersama mereka, kecuali seorang yang memiliki ilmu, orang yang berilmu itu keluar untuk mengingkari perbuatan mereka, dan mengajar mereka. Adapun jikalau ia keluar untuk mengikuti mereka, maka jangan (jangan keluar bersama mereka-pent).

Karena mereka memiliki khurafat-khurafat, mereka memiliki kesalahan dan kekurangan dalam ilmu, akan tetapi jika ada jamaah dakwah selain mereka dari kalangan ahli ilmu dan ahli pemahaman, maka (tidak mengapa-pent) ia keluar bersama mereka untuk berdakwah kepada Atau seseorang yang memiliki ilmu, dan pemahaman, maka ia keluar bersama mereka untuk memahamkan mereka, mengingkari (kesalahan) mereka, dan membimbing mereka kepada jalan yang baik, serta mengajar mereka, sehingga mereka meninggalkan mazhab (ajaran) yang batil, dan memegang mazhab ahli sunnah wal jamaah.”

Maka hendaklah jamaah tabligh dan siapa yang simpati kepada mereka mengambil faidah dari fatwa ini yang menjelaskan kondisi mereka sebenarnya, akidah mereka, manhaj mereka dan karangan-karangan pemimipin mereka yang mereka ikuti.

{saya mentekskripkan dari kaset dengan judul (Fatwa samahatus Syaikh Abdul Aziz Bin Baz ala Jamaatu Tabligh), fatwa ini dikeluarkan di Tha'if kira-kira dua tahun sebelum beliau wafat, dan di dalamnya terdapat bantahan terhadap kekeliruan Jamaah Tabligh terhadap perkataan yang lama yang bersumber dari Syaikh, sebelum jelas baginya akan hakikat kondisi dan manhaj mereka.}

Jamaah Tabligh dan Ikhwan tergolong dari 72

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz telah ditanya :
“Semoga Allah berbuat baik kepada Anda, hadits Nabi  , tentang berpecahnya umat-umat (yakni) sabda beliau : “Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan kecuali satu”. Apakah Jamaah Tabligh dengan kondisi mereka yang memiliki beberapa kesyirikan dan bid’ah, dan Jamaah Ikhwan Muslimin dengan kondisi mereka yang memiliki sifat hizbiyah (berkelompok), dan menentang penguasa, serta tidak mau tanduk dan patuh, apakah dua golongan ini masuk …? (ke dalam hadits tadi-pent).

Maka Syaikh menjawab :
“Dia masuk dalam 72 dolongan ini; siapa yang menyelisihi akidah ahli sunnah maka ia telah masuk kepada 72 golongan. Maksud dari sabda beliau (umatku) adalah umat ijabah artinya mereka yang menerima dan menampakkan keikutan mereka kepada beliau, tujuh puluh tiga golongan, yang lolos dan selamat adalah yang mengikuti beliau dan konsekwen dalam agamanya. Dan tujuh puluh dua golongan, di antara mereka ada bermacam macam, ada yang kafir, ada yang bermaksiat dan ada yang berbuat bid’ah.”

Lalu si penanya berkata : “Maksudnya kedua golongan ini (Jamaah Tabligh dan Ikhwan) termasuk dari tujuh puluh dua ?

Syaikh menjawab :
“Ya. Termasuk dari tujuh puluh dua, begitu juga Murjiah dan lainnya, Murjiah dan Khawarij. Oleh sebagain ahli ilmu memandang Khawarij tergolong dari orang kafir yang keluar dari Islam, akan tetapi ia termasuk dari {Diambil dari pelajaran beliau dalam Syarh al Muntaqa di kota Tha'if, ini terdapat di dalam kaset rekaman, sebelum beliau wafat kira-kira dua tahun keumuman tujuh puluh dua itu. atau kurang}.


Hukum Khuruj (Keluar) Bersama Jamaah

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz telah ditanya :
“Saya telah keluar bersama Jamaah Tabligh ke India dan Pakistan, kami berkumpul dan shalat di mesjid-mesjid yang di dalamnya terdapat kuburan, dan saya mendengar bahwa shalat di mesjid yang di dalamnya terdapat kuburan, maka shalatnya batal (tidak sah), apakah pendapat Syeikh tentang shalat saya, apakah saya mengulanginya, dan apa hukum khuruj (keluar) bersama mereka kepada tempat-tempat seperti ini?

Jawab
“Bismillah walhamdulillah, amma ba’du :
Sesungguhnya Jamaah Tabligh tidak mempunyai ilmu dan pemahaman dalam masalah-masalah akidah, maka tidak boleh keluar (khuruj) bersama mereka, kecuali bagi orang yang memiliki ilmu dan pemahaman tentang akidah yang benar yang dipegang teguh oleh ahli sunnah wal jamaah, sehingga ia membimbing, dan menasehati  mereka, serta bekerja sama dengan mereka dalam kebaikan, karena mereka gesit dalam beramal, akan tetapi mereka butuh penamahan ilmu dan butuh kepada orang yang akan memahamkan mereka dari kalangan ulama-ulama tauhid dan sunnah. Semoga Allah menganugerahkan kepada semua akan pemahaman dalam agama dan konsekwen di atasnya.

Adapun shalat di dalam mesjid-mesjid yang di dalamnya ada kuburan, maka shalatnya tidak sah, dan kamu wajib mengulangi shalat yang kamu kerjakan di mesjid-mesjid itu, karena Nabi bersabda : “Allah telah melaknat Yahudi dan Narani yang mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai mesjid”. (muttafaqun ‘alaihi). Dan sabda Beliau : “Ingatlah sesungguhnya orang sebelum kalian, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi dan orang-orang shaleh mereka sebagai mesjid, ingatlah, maka janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai mesjid, sesungguhnya saya melarang kalian akan itu”. H.R. Muslim.

Dan hadits-hadits pada hal ini sangatlah banyak, wa billahi taufiq, semoga Allah menganugerakan salawat dan salam atas nabi kita Muhammad dan atas keluarganya serta sahabatnya. {Fatwa tertanggal : 2/11/1414H}
Disusun oleh :  Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali.
{Dari kitab Tsalatsu Muhadharat fil Ilmi Wad Da’wah}. Diterjemahkan oleh : Muhammad Elvi Syam, Dai dan Penerjemah di Islamic Dawa & Guidance Center di Hail. K.S.A

Share this article :
 
Copyright © 2014. Sesuai Sunnah Rasulullah - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger - Creating Website.