Jenis & Kadar Fidyah
Ternyata tak ada dlm nash secara khusus yang menjelaskan tentang jenis & kadar fidyah. Namun ada beberapa pendapat ulama berkaitan tentang kadar & jenis fidyah tersebut,
Ternyata tak ada dlm nash secara khusus yang menjelaskan tentang jenis & kadar fidyah. Namun ada beberapa pendapat ulama berkaitan tentang kadar & jenis fidyah tersebut,
Pendapat pertama, fidyah tersebut adalah sebanyak 1 mud dari makanan utk setiap harinya. Jenisnya sama seperti jenis makanan pada zakat fitri.
Pendapat kedua, fidyah tersebut sebagaimana yang biasa dia makan setiap harinya.
Pendapat ketiga, fidyah tersebut dapat dipilih dari makanan yang ada.
Dalam kaidah fikih, utk permasalahan seperti ini maka dikembalikan ke urf (kebiasaan yang lazim). Maka kita dianggap telah sah membayar fidyah jika telah memberi makan kepada satu orang miskin utk satu hari yang kita tinggalkan. Namun tetap diingat, sebagaimana Imam Nawawi rahimahullah katakan, “Tidak sah apabila membayar fidyah dgn tepung yang sangat halus (sawiq), biji-bijian yang telah rusak. Tidak sah pula membayar fidyah dgn uang.”
Pendapat kedua, fidyah tersebut sebagaimana yang biasa dia makan setiap harinya.
Pendapat ketiga, fidyah tersebut dapat dipilih dari makanan yang ada.
Dalam kaidah fikih, utk permasalahan seperti ini maka dikembalikan ke urf (kebiasaan yang lazim). Maka kita dianggap telah sah membayar fidyah jika telah memberi makan kepada satu orang miskin utk satu hari yang kita tinggalkan. Namun tetap diingat, sebagaimana Imam Nawawi rahimahullah katakan, “Tidak sah apabila membayar fidyah dgn tepung yang sangat halus (sawiq), biji-bijian yang telah rusak. Tidak sah pula membayar fidyah dgn uang.”
Cara Pembayaran:
Inti pembayaran fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dgn memberi makan satu orang miskin. Namun, model pembayarannya dapat diterapkan dgn dua cara,
Memasak atau membuat makanan, kemudian memanggil orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan.
Memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Alangkah lebih sempurna lagi jika juga diberikan sesuatu utk dijadikan lauk.
Pemberian ini dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah utk 20 hari disalurkan kepada 20 orang faqir. Atau dapat pula diberikan hanya kepada 1 orang faqir saja sebanyak 20 hari.
Waktu Pembayaran Fidyah
Inti pembayaran fidyah adalah mengganti satu hari puasa yang ditinggalkan dgn memberi makan satu orang miskin. Namun, model pembayarannya dapat diterapkan dgn dua cara,
Memasak atau membuat makanan, kemudian memanggil orang miskin sejumlah hari-hari yang ditinggalkan selama bulan Ramadhan.
Memberikan kepada orang miskin berupa makanan yang belum dimasak. Alangkah lebih sempurna lagi jika juga diberikan sesuatu utk dijadikan lauk.
Pemberian ini dapat dilakukan sekaligus, misalnya membayar fidyah utk 20 hari disalurkan kepada 20 orang faqir. Atau dapat pula diberikan hanya kepada 1 orang faqir saja sebanyak 20 hari.
Waktu Pembayaran Fidyah
Seseorang dapat membayar fidyah, pada hari itu juga ketika dia tak melaksanakan puasa. Atau diakhirkan sampai hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Anas radhiallahu’anhu ketika beliau telah tua.
Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, ia mengatakan, bahwa ia tak mampu berpuasa pada suatu tahun (selama sebulan), lalu ia membuat satu bejana tsarid (roti yang diremuk & direndam dlm kuah), kemudian mengundang sebanyak 30 orang miskin, sehingga dia mengenyangkan mereka. (Shahih sanadnya: Irwaul Ghalil IV:21 & Daruquthni II: 207 no. 16)
Yang tak boleh dilaksanakan adalah pembayaran fidyah yang dilakukan sebelum Ramadhan. Misalnya: Ada orang yang sakit yang tak dapat diharapkan lagi kesembuhannya, kemudian ketika bulan Sya’ban telah datang, dia sudah lebih dahulu membayar fidyah. Maka yang seperti ini tak diperbolehkan. Ia harus menunggu sampai bulan Ramadhan benar-benar telah masuk, barulah ia boleh membayarkan fidyahnya.
Wallahu a’lam
Wallahu a’lam
Disusun ulang dari majalah As Sunnah Edisi Khusus tahun IX dgn berbagai tambahan dari kitab Al Wajiz, Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi. Pustaka As-Sunnah cet. 2, 2006
***
Muraja’ah: Ust. Aris Munandar
Artikel muslimah.or.id
sumber: www.muslimah.or.id
sumber: www.muslimah.or.id
http://salafy.web.id